Tim Kementerian Pertanian dipimpin langsung Direktur Jenderal Hortikultura melakukan pengecekan ketersediaan produksi sayuran utamanya kentang, bawang dan cabe di Kabupaten Solok, Minggu (11/6). Langkah tersebut menindaklanjuti arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang memerintahkan jajarannya turun ke lapangan langsung mengawal ketersedian komoditas pangan serta mengantisipasi peluang lonjakan harga menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
“Kita telah berhasil menjaga produksi pada bulan puasa hingga lebaran idul fitri lalu. Khususnya cabai bawang dan sayuran lainnya saya pantau stabil, tidak ada lonjakan yang signifikan. Ini prestasi yang menggembirakan. Saya ingin momentum Idul adha nanti tetap terkendali, dijaga dari hulu hingga hilirnya, agar produksi tidak ada yang bersoal,” ujar Menteri yang acap dipanggil SYL tersebut.
Usai mengikuti rangkaian kegiatan Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) ke-XVI, di Padang, Sumatera Barat yang dilaksanakan mulai 10-15 Juni 2023, Dirjen Hortikultura langsung bergerak menuju Solok. Tujuannya memastikan ketersediaan produksi hortikultura terutama cabai, bawang merah dan kentang aman.
“Iya betul, Pak Menteri sudah instruksi ke kami, jadi waktu singkat di Padang ini kami manfaatkan betul untuk mengecek semua ketersediaan komoditas hortikultura di Sumbar”, ujarnya.
Pemantauan langsung di lokasi, produktivitas panen kentang Solok mencapai 17 ton per hektare dengan harga Rp 8 ribu di tingkat petani. Produktivitas cabai 12 ton/ha, dengan harga Rp 20 ribu/kg, dan bawang merah mencapai 12 ton per hektare untuk kering askip.
Di lokasi yang sama, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Andi M. Idil Fitri menyebut penghasilan petani sayuran Kabupaten Solok saat ini lumayan baik.
“Sekali panen, petani kentang bisa menghasilkan Rp 136 juta/hektar, dengan biaya produksi sekitar Rp 80 juta. Dengan demikian keuntungan bersih mencapai Rp 56 jt/hektare. Sementara petani cabai sekali panen Rp 240 juta, dengan biaya produksinyai Rp 125 juta, sehingga untungnya bisa mencapai Rp 115 juta per hektare. Demikian untuk bawang merah, hasilnya cukup baik”, terang Idil Fitri.
Lebih lanjut Idil menyampaikan bahwa Solok menjadi penyangga utama produksi komoditas hortikultura di Sumbar, khususnya cabai dan bawang merah.
Menyikapi keluhan petani terkait serangan hama dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seperti busuk umbi (phytoptora infestans) pada kentang serta busuk buah dan daun pada cabe, Direktur Perlindungan Hortikultura, Jekvy Hendra, menegaskan pentingnya upaya preventif dalam menangani OPT.
“Di Solok ini bagusnya untuk benih kentang dibiarkan dalam tanah untuk mendapatkan benih kentang yang bermutu, terutama untuk mengamankan dari penyakit busuk umbi, dan untuk cabai dilakukan pengendalian OPT menggunakan pestisida nabati yang ramah lingkungan,” tutur Jekvy.
Langkah sigap Tim Kementan tersebut sangat diapresiasi oleh petani. Suhendri, anggota kelompok tani Kembang Markisa mengaku senang dengan kedatangan tim Dirjen Hortikultura karena bisa memberikan alternatif solusi dari banyaknya keluh kesah petani.
“Alhamdulilah, tadi banyak sekali yang saya curhatkan ke Pak Dirjen, semua dijawab dan dikasi solusi. Terimakasih pada Kementerian Pertanian yang mau dan selalu hadir saat kami menghadapi permasalahan,” pungkas Suhendri.