Rilis Kementan, 25 Juli 2019
Bogor – Presiden Joko Widodo punya cara baru yang unik untuk menjamu tamu kenegaraannya di Istana Kepresidenan, yaitu dengan menyajikan buah tropis khas Indonesia. Manuver ini juga bisa membuka peluang ekspor hortikultura langsung ke negara tersebut.
Seperti terlihat saat Presiden Jokowi menjamu Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed Bin Zayed Al Nahyan di Istana Bogor, Rabu (24/7). Sheikh Mohamed disuguhi salak dan durian saat verranda talk dengan Jokowi di Istana. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi yang mendampingi Presiden Jokowi mengungkapkan Putra Mahkota sangat terkesan dengan jamuan buah tropis tersebut.
“Jadi tadi (Sheikh Mohamed) tanya ‘ini apa? oh ini namanya salak’. Terus ada manggis, kemudian durian,” tuturnya. Jamuan buah tropis ini bukanlah hal yang pertama dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Beberapa saat sebelumnya, Presiden Argentina, Mauricio Macri, dan Ibu Negara, Juliana Awada bahkan langsung mengutarakan keinginan mereka untuk secepatnya mengimpor buah-buah dari Indonesia.
“Kami juga ingin menikmati buah-buah yang ada di Indonesia, begitupun Indonesia dapat belajar untuk bidang teknologi pertanian dari Argentina supaya bermanfaat untuk kedua belah pihak,” jelas Mauricio saat itu.
Beberapa buah tropis Indonesia yang dipastikan menjadi prioritas untuk diimpor oleh Argentina adalah buah salak, manggis, dan nanas. Jamuan ini bisa menjadi sebuah peluang ekspor yang dibuka oleh Presiden Jokowi untuk petani hortikultura Indonesia guna melebarkan sayap mereka ke pasar ekspor.
Data dari Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, secara keseluruhan, kinerja ekspor buah, sayuran dan bunga-bungaan Indonesia pada 2018 cukup menggembirakan dengan kenaikan 12%, dengan nilai Rp5 triliun lebih. Ekspor sayuran naik 4,8%, bunga 7%, dan buah-buahan 26,3%. Adapun negara tujuan ekspor mencapai 113 negara. Untuk manggis volume ekspor 2018 bisa menembus angka 60.000 ribu ton. Manggis asal Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi, sama manisnya. Sekitar 30% produksi nasional terserap di pasar ekspor. Manggis Indonesia semakin digemari di Malaysia, Singapura, Hong Kong, Tiongkok, Australia, India, bahkan negara-negara Eropa.
Ada kenaikan ekspor lebih dari 400% manggis Indonesia pada 2018, dibanding 2017. Bahkan, untuk durian kenaikannya di atas 700%. Meski tidak seluas manggis, pasar durian Indonesia cukup menjanjikan untuk kawasan Asia Tenggara, India, dan Pakistan. Dari sisi volume, ekspor duren memang belum besar, baru 1.084 ton di 2018. Tapi, selain lonjakan ekspornya yang kuat, ada kecenderungan bahwa kegandrungan masyarakat Indonesia pada durian impor, dari Malaysia atau Thailand, mulai surut. Nanas, pisang, buah rambutan, dan salak juga menunjukkan lonjakan ekspor yang menggembirakan.
Segarnya buah tropis Nusantara itu kini makin mendunia. Meski tak spektakuler seperti manggis dan duren, mangga dan jeruk pun masih memancangkan harapan sebagai komoditas ekspor.
Kemudahan Perijinan
Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi menyebutkan semakin segar dan bergairahnya buah tropis Indonesia di pasar ekspor karena adanya kemudahan perizinan dengan  memangkas waktu melalui sistem Online Single Submission (OSS) sehingga lebih cepat.
“Semula mengurus izin ekspor tanaman hias dan benih hortikultura butuh waktu 8 hari sekarang menjadi 3 jam untuk dokumen yang sudah clear and clean,” papar Suwandi. Dengan kemudahan ekspor ini, sangat membantu pelaku usaha. Tak hanya itu, Kementerian Pertanian, juga tidak henti-hentinya melakukan pendekatan ke berbagai negara untuk menerapkan standar ekspor-impor yang fair, terutama dalam hal penerapan persyaratan kebersihan, kesehatan, dan kualitas secara umum. Termasuk ketersediaan benih atau bibit unggul.
Kini petani buah dan sayur tidak sulit mencari benih atau bibit unggul. Bibit duren, mangga, manggis, sirsak, pisang, atau buah lainnya, tersedia di banyak  tempat dengan harga terjangkau. Bibit unggul itu membuat pohon cepat berbuah, dengan kualitas yang tinggi dan seragam. Selain penyediaan bibit, benih, dan sarana produksi lainnya, Kementerian Pertanian juga melakukan pembinaan pada petani dan pengusaha. Mereka didorong melaksanakan budidaya dengan metode Good Agricultural Practices (GAP) agar produksinya berkualitas, bebas hama, dan penyakit.
Sertifikasi produk juga diberikan bagi kelompok tani atau pengusaha yang telah melaksanakan budidaya secara baik dan benar. Sehingga tidak ada lagi alasan bahwa urusan karantina untuk ekspor harus dilakukan secara bertele-tele.