*Rilis Kementan, 7 Desember 2020*
Nomor : 1634/R-KEMENTAN/12/2020
Sumba Barat Daya – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam berbagai kesempatan terus mendorong upaya mewujudkan kemandirian pangan. Kemandirian pangan bermula dari scope yang kecil minimal mampu mencukupi kebutuhan wilayahnya sendiri.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Kabupaten Sumba Barat Daya, Adi Mada saat ditemui di kantor dinas, Jumat (4/12) menyampaikan bahwa kebutuhan produk hortikultura seperti cabai, bawang merah dan tomat masih bergantung dari luar daerah.
“Suplai produk hortikultura kami masih bergantung dari Bima dan Sumbawa. Kami sangat berterima kasih atas bantuan pengembangan kawasan yang diberikan Kementerian Pertanian. Kami dapat meningkatkan produksi hortikultura di sini. Harapan kami, Sumba Barat Daya bisa mandiri cabai, bawang dan tomat,” papar Adi, sapaan akrabnya.
Di lokasi berbeda, petani Desa Watu Kawula, Kecamatan Kota Tambolaka, Martinus Lede menceritakan pengalamannya dalam bertani hortikultura.
Ia melihat peluang pasar hortikultura di Sumba Barat Daya. Pasokan tomat masih disuplai dari Bima sebanyak 10 ton. Melihat peluang tersebut, Martinus mencoba bertanam tomat. Awalnya hanya menanam 400 batang tomat dan mendapat penghasilan bersih Rp 3 juta.
“Berawal dari penghasilan perdana Rp 3 juta, saya nekat menebang pohon mete dan menggunakan lahan perkebunan mete yang saya punya untuk bertanam tomat dan bawang merah. Sekarang saya sedang menanam 3.000 batang tomat. Kalau berjalan lancar, keuntungannya akan mencapai Rp 20 juta,” cerita Martinus.
Martinus juga tergolong _risk taker_. Ia bertanam tomat di luar musim. Umumnya petani di wilayahnya tidak berani bertanam tomat pada bulan Desember-Januari karena hujan sehingga potensi busuk buah tinggi. Berkat kegigihannya, Martinus justru mengambil peluang tersebut.
“Saya memilih varietas Gustavi F1 produksi EWINDO. Varietas tersebut tahan hujan dan proses pemasakan buahnya juga lebih cepat meskipun di musim hujan. Sehingga dalam satu minggu tomatnya bisa dua kali panen,” papar Martinus.
Martinus juga menerapkan teknologi tetes untuk pengairan lahannya. Teknik irigasi tetes sangat tepat diaplikasikan di lokasi ini karena lokasi ini sulit air. Dengan irigasi tetes penggunaan air menjadi lebih hemat dan tidak banyak air yang terbuang. Untuk menyiram tanamannya Martinus harus membeli air 2 tangki per hari atau setara 10 ribu liter. Saat ini dia secara swadaya sedang membangun sumur bor senilai Rp 50 juta.
Pembangunan sumur dilakukan agar kecukupan air di lahan miliknya dan petani lain di sekitar terjamin. Martinus memiliki harapan besar agar petani di lokasinya dapat mencontoh usaha tani hortikultura yang dilakukannya sehingga Sumba Barat Daya tidak perlu menyuplai tomat dari Bima.
Tak berhenti pada sisi hulu saja, di sisi hilir Martinus mampu memotong rantai tata niaga. Pemasaran tomatnya dilakukan ke kantor-kantor pemerintahan termasuk juga secara online. Ia menerima pesanan melalui WhatsApp dan Facebook lalu diantarkan langsung ke rumah pembeli.
Martinus tidak hanya menanam tomat saja, ia juga menanam cabai dan bawang merah. Tahun ini dirinya mendapatkan alokasi bantuan fasilitasi kawasan cabai seluas 1 hektare dan bawang merah 1 hektare dari Direktorat Jenderal Hortikultura. Sementara itu total alokasi fasilitasi sayuran dan tanaman obat di Kabupaten Sumba Barat Daya untuk cabai seluas 30 hektare, bawang merah 20 hektare dan jahe 2 hektare.
Mengetahui kegigihan petani Sumba Barat Daya, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto meyakini jika setiap wilayah di Indonesia mampu melakukan hal yang sama maka swasembada nasional akan segera terwujud.