*Rilis Kementan, 12 Oktober 2020*
Nomor : 1388/R-KEMENTAN/10/202
Kabar gembira bagi insan pertanian Indonesia datang dari petani Kulonprogo dan Majalengka. Di kedua daerah tersebut, tanaman bawang bombai yang selama ini diklaim hanya cocok ditanam di daerah subtropis, ternyata bisa tumbuh subur bahkan menghasilkan panenan yang bagus. Meski masih sebatas ujicoba di lahan terbatas, hasil panen bawang bombai tersebut setidaknya memberikan secercah harapan untuk pengembangan di dalam negeri.
“Ini _surprised_, ternyata bawang bombai bisa dikembangkan di Indonesia. Hasil panen petani di Kulonprogo dan Majalengka jika dikonversi mampu mencapai 40 ton lebih per hektar. Ukuran umbinya juga tidak kalah dengan bombai impor dan harganya cukup kompetitif. Kita akan terus dorong dan sempurnakan pedoman budidaya dan pascapanennya supaya lebih komprehensif,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto saat melakukan panen bawang bombai di lahan ujicoba PT Agrosid Manunggal Sentosa, Desa Argalingga Kecamatan Argapura, Majalengka, Minggu (11/10).
Menurut pria yang acap disapa Anton tersebut, kebutuhan bawang bombai di dalam negeri cenderung meningkat setiap tahunnya. Penggunaan bawang bombai semakin meluas tak hanya untuk industri, hotel, restoran dan katering, namun juga banyak dikonsumsi rumahtangga.
“Nilai impornya mencapai lebih dari Rp 1 triliun per tahun atau setara volume lebih dari 120 ribu ton per tahun. Impor terbanyak dari Belanda, New Zealand, India, China dan USA. Jika bawang bombai bisa dikembangkan di dalam negeri setidaknya bisa menghemat devisa dan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat,” tandas Anton .
Diakuinya tidak mudah mengembangkan produk baru seperti bawang bombai mulai dari aspek budidaya hingga pemasarannya. Sebagai langkah awal Direktorat Jenderal Hortikultura mendorong produsen benih untuk mengurus proses pendaftaran varietas karena benih biji bawang bombai tersebut masih diimpor dari Belanda.
“Tahun 2021 nanti kita coba kembangkan bawang bombai seluas 20 hektar di beberapa daerah yang memiliki kesesuaian agroklimat dan tersedia air yang cukup. Pemerintah Daerah kita ajak untuk sama-sama membantu petani mulai budidaya hingga promosi pemasarannya di daerah masing-masing,” imbuh Anton.
Ayub Darmanto, Direktur Utama PT Agrosid Manunggal Sentosa menyebut timnya telah melakukan ujicoba penanaman bawang bombai di berbagi daerah diantaranya Kuansing-Riau, Majalengka, Ciamis, Lumajang hingga Kupang NTT.
“Ide pengembangan bawang bombai ini sebenarnya sudah cukup lama. Beberapa tahun terakhir kami terus coba tanam di berbagai daerah menggunakan benih biji ON-5 dan ON-6, sampai menemukan SOP budidaya bawang bombai meski belum sempurna. Hasil panennya ternyata sangat menjanjikan. Kami optimis Indonesia bisa memproduksi sendiri bawang bombai di dalam negeri,” katanya.
Sementara itu, petani bawang bombai asal Desa Donomulyo Nanggulan Kulonprogo, Sumiran, yang ikut hadir pada acara tersebut mengaku senang bisa membudidayakan bawang bombai. “Saya bersama peneliti dari BPTP Jawa Tengah sudah coba tanam bombai kuning dan bombai merah di lahan berketinggian kurang dari 100 mdpl. Penyemaian butuh 30-40 hari. Bisa dipanen pada umur 90-110 hari sesudah pindah tanam. Hasilnya ternyata bagus, bisa keluar 7 kilogram per meter persegi. Perawatannya pun relatif gampang,” tuturnya.
Pengalamannya menjual hasil panen diakuinya sangat menguntungkan. “Saya jual Rp 10 ribu sekilo saja sudah untung,” ungkapnya senang. Sumiran sangat mendukung rencana pengembangan bawang bombai di dalam negeri. “Sebagai petani kami senang bisa tanam bawang bombai apalagi jika jualnya gampang dan harganya bisa dijamin stabil menguntungkan petani,” tutupnya