Bawang putih merupakan komoditas hortikultura yang ditargetkan swasembada pada 2021 nanti. Temanggung merupakan salah satu daerah sentra produksi sayuran termasuk bawang putih. Kabupaten ini juga menjadi salah satu penyedia benih bawang putih mengingat besarnya luasan tanam bawang putih di daerah ini. Berdasarkan data realisasi luas tanam 2018, luas bawang putih di kabupaten ini mencapai 2.689 hektare.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan swasembada bawang putih adalah serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Pengendalian OPT umumnya masih dilakukan petani dengan menggunakan pestisida kimia.
Pada kesempatan acara Bimbingan Teknis Budidaya Bawang Putih Ramah Lingkungan beberapa waktu lalu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Temanggung, Masrik Amin menyampaikan bahwa Dinas Pertanian sangat mendukung budidaya ramah lingkungan.
“Jauh pada 2016 lalu bahkan budidaya ramah lingkungan sudah dicanangkan. Dukungan tersebut antara lain dibuktikan bahwa Dinas dan petugas POPT sering mensosialisasikan penggunaan bahan pengendali OPT yang ramah lingkungan,” tutur Masrik.
Pada kegiatan tersebut dipaparkan pentingnya kewaspadaan dan pengendalian OPT virus, ulat bawang, cendawan dan nematoda pada bawang putih secara ramah lingkungan. Beberapa jenis pengendalian ulat bawang menggunakan Spodoptera litura – Nuclear Polyhedrosis Virus ( Sl-NPV), implementasi PHT pada pengendalian cendawan dan nematoda serta tindakan pencegahan dari mulai pengolahan lahan sampai pasca panen.
Ditjen Hortikultura juga memberikan bantuan perangkap feromon sex kepada Dinas Pertanian yang nantinya akan diberikan kepada petani. Selain itu turut disosialisasikan penerapan pengendalian OPT ramah lingkungan seperti penggunaan perangkap feromon sex, pembuatan PGPR, Trichoderma dan pembuatan asap cair.
OPT yang sering menyerang tanaman bawang putih di daerah ini antara lain layu Fusarium. Salah satu bahan pengendali OPT yang mulai diterapkan petani adalah asap cair. Teknologi ini sangat efektif untuk diaplikasikan pada tanaman.
Menurut Rohmad, Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Kabupaten Temanggung, asap cair merupakan hasil kondensasi/pengembunan uap hasil pembakaran baik langsung atau tidak langsung dari bahan yang mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa dan senyawa karbon lainnya.
“Proses pembuatan asap cair pembakaran tanpa udara, pengembunan dengan mendinginkan asap sehingga berubah menjadi cair menghasilkan fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, lakton, hidrokarbon, polisiklik, aromatik dan lain – lain. Bahan baku asap cair antara lain didapatkan dari kayu, bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, serbuk gergaji kayu dan tongkol jagung,” papar Rohmad.
Menurut Cuk Sudaryanto, petugas POPT Kecamatan Candiroto, Kelompok Tani Suluh Remboko sudah menerapkan penggunaan asap cair ini untuk mengendalikan penyakit layu.
“Kelompok Tani Suluh Remboko sudah menerapkan penggunaan asap cair ini untuk mengendalikan penyakit layu yang disebabkan cendawan fusarium pada bawang putih. Setelah dua kali aplikasi, Alhamdulillah hasilnya efektif,” jelas Cuk.
Cuk menjelaskan, bahan baku yang digunakan petani untuk membuat asap cair adalah sekam dengan alat yang digunakan hasil modifikasi petani sendiri.
“Satu liter asap cair dilarutkan ke dalam 15 liter air tawar kemudian diaduk rata. Untuk tangki kapasitas 14 liter, hanya membutuhkan 2 gelas dari campuran tadi,” jelas Cuk.
Penulis : Enung Hartati
Editor : Desy